eXTReMe Tracker

Mengapa babi diharamkan dalam Islam ?



Sekedar mau share info yg dah aq dpt. aq dah liat thread sblm nya dah ada tapi isi nya beda koq dgn yg mau aq share skrg...


Ada orang asing (ilmuwan) bertanya kepada seorang Ulama mengenai hewan babi ini.

Ilmuwan : Haramnya hewan babi bagi umat muslim adalah disebabkan karena banyaknya parasit dan kotoran dalam hewan ini. Dengan semakin canggihnya ilmu kedokteran, bukannya mungkin nantinya hewan babi dapat dibersihkan dari virus dan parasit yang mematikan ini? Apakah nantinya hewan babi yang bersih akan menjadi halal?

Ulama : Haramnya babi bukan karena hal itu saja. Tetapi ada sifat Babi yang sangat diharamkan untuk umat Islam?

Ilmuwan : Apakah itu?

Ulama : Coba anda buat 2 (dua) kandang. Dimana 1 (satu) kandang isi dengan 2 (dua) ekor ayam jantan dan 1 (satu) ekor ayam betina.

1 (satu) kandang lagi isi dengan 2 (dua) ekor babi jantan dan 1 (satu) ekor babi betina.

Apakah yang terjadi pada masing2 kandang tersebut? Bisakah anda menerkanya!!!

Ilmuwan : Tidak bisa!!!!????

Ulama : Mari kita lihat bersama-sama sekarang.

Pada kandang pertama dimana ada 2 (dua) ekor ayam jantan dan 1 (satu) ekor ayam betina, yang terjadi adalah 2 (dua) ekor ayam jantan tersebut berkelahi dahulu untuk memperebutkan 1 (satu) ekor ayam betina tersebut sampai ada yang menang dan kalah. Dan itu sesuai dengan Kodrat dan Fitrah manusia diciptakan Allah SWT.

Ilmuwan : Pada kandang Babi?

Ulama : Ini yang menarik. Pada kandang kedua, yaitu kandang berisi 2 (dua) ekor babi jantan dan 1 (satu) ekor babi betina. Ternyata 2 (dua) ekor babi jantan tidak berkelahi untuk memperebutkan 1 (satu) ekor babi betina, tetapi yang terjadi adalah 2 (dua) ekor babi jantan tersebut malahan menyetubuhi secara beramai-ramai 1 (satu) ekor babi betina tersebut dan juga terjadi hubungan Homoseksual antara kedua ekor babi jantan setelah selesai dengan si betina. Hal inilah yang jelas2 bertentangan dengan Fitrah umat manusia.

Bilamana umat Islam ikut2an memakan babi maka ditakutkan umat Islam akan mempunyai sifat dan karateristik seperti babi ini.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma'in, Wallahu A'lam Bish-shawab.

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.

Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah Kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhlai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang". ( QS. Al-Maidah (5) : 3).


Mengapa Islam mengharamkan Babi (Terjemahan)

Berikut ini tulisan mengenai pengharaman darah dan babi dalam Islam, diulas dari sudut pandang Logika dan Ilmu Kesehatan.

Bob : Tolong beritahu saya, mengapa seorang Muslim sangat mementingkan mengenai kata-kata "Halal" dan "Haram"; apa arti dari kata-kata tersebut?

Yunus : Apa-apa yang diperbolehkan diistilahkan sebagai Halal, dan apa-apa yang tak diperbolehkan diistilahkan sebagai Haram, dan Al-Qur'an lah yang menggambarkan perbedaan antara keduanya.

Bob : Dapatkah anda membrikan contoh?

Yunus : Ya, Islam telah melarang segala macam darah. Anda akan sependapat bahwa analis kimia dari darah menunjukkan adanya kandungan yang tinggi dari uric acid (asam urat?), suatu senyawa kimia yang bisa berbahaya bagi kesehatan manusia.

Bob : Anda benar mengenai sifat beracun dari uric acid dalam tubuh manusia, senyawa ini dikeluarkan sebagai kotoran, dan dalam kenyataannya kita diberitahu bahwa 98% dari uric acid dalam tubuh, dikeluarkan dari dalam darah oleh Ginjal, dan dibuang keluar tubuh melalui air seni.

Yunus : Sekarang saya rasa anda akan menghargai metode prosedur khusus dalam penyembelihan hewan dalam Islam.

Bob : Apa maksud anda?

Yunus : Begini... seorang penyembelih, selagi menyebut nama dari Yang Maha Kuasa, membuat irisan memotong urat nadi leher hewan, sembari membiarkan urat-urat dan organ-organ lainnya utuh.

Bob : Oh begitu... Dan hal ini menyebabkan kematian hewan karena kehabisan darah dalam tubuh, bukannya karena cedera pada organ vitalnya.

Yunus : Ya, sebab jika organ-organ, misalnya jantung, hati, atau otak dirusak, hewan tersebut dapat meninggal seketika dan darahnya akan menggumpal dalam urat-uratnya dan akhirnya mencemari daging. Hal tersebut mengakibatkan daging hewan akan tercemar oleh uric acid, sehingga menjadikannya beracun; hannya pada masa kini-lah, para ahli makanan baru menyadari akan hal ini.

Bob : Selanjutnya, selagi masih dalam topik makanan; Mengapa para Muslim melarang pengkonsumsian daging babi, atau ham, atau makanan lainnya yang terkait dengan babi?

Yunus : Sebenarnya, diluar dari larangan Al-Qur'an dalam pengkosumsian babi, bacon; pada kenyataannya dalam Bible juga, pada Levitus bab 11, ayat 8, mengenai babi, dikatakan, "Dari daging mereka (dari "swine", nama lain buat "babi") janganlah kalian makan, dan dari bangkai mereka, janganlah kalian sentuh; mereka itu kotor buatmu".

Lebih lanjut lagi, apakah anda tahu kalau babi tidak dapat disembelih di leher karena mereka tidak memiliki leher; sesuai dengan anatomi alamiahnya?

Muslim beranggapan kalau babi memang harus disembelih dan layak bagi konsumsi manusia, tentu Sang Pencipta akan merancang hewan ini dengan memiliki leher.

Namun diluar itu semua, saya yakin anda tahu betul mengenai efek-efek berbahaya dari konsumsi babi, dalam bentuk apapun, baik itu pork chops, ham, atau bacon.

Bob : Ilmu kedokteran mengetahui bahwa ada resiko besar atas banyak macam penyakit. Babi diketahui sebagai inang dari banyak macam parasit dan penyakit berbahaya.

Yunus : Ya. Dan diluar sana itu semua, sebagaimana kita membicarakan mengenai kandungan uric acid dalam darah, sangat penting untuk diperhatikan bahwa sitem biochemistry : babi hannya mengeluarkan 2% dari seluruh kandungan uric acidnya, sedangkan 98% sisanya tersimpan dalam tubuhnya.


Ini dapat menjawab sebagian pertanyaan mereka, khususnya jika kalangan Non-Muslim bertanya mengapa Umat Islam tidak boleh mengkonsumsi babi...

Sekedar menambah pengetahuan seputar pengharaman babi dalam Islam, anda dapat lihat video di bawah ini.



 


Wassalam

Sumber :
youtube.com
Bahaya Berburuk Sangka

Bahaya Berburuk Sangka

A.     Ayat 12
يا أ يها ا لذ ين ءا منوا اجتنبوا كثير من الظن إن بعض الظن إ ثم ولا تجسسوا ولا يغتب بعضكم
 بعضا ايحب احد كم أ يأكل لحم اخيه ميتا فكر هتموه والتقوا الله إن الله تواب رحيم (12)
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari dugaan, sesunggunhnya sebagian dugaan adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang alin serta jangan sebagian kamu menggunjing sebagain yang lain. sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? maka kamu telah jijik kepadanya dan bertakwalah kepada Allah. sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyang"
B.     Tafsir Mufradat
a)      Tafsirnya :
Allah SWT berfirman. Melarang hamba-hambanya yang beriman berprasangka yang bukan pada tempatnya terhadap keluarganya, familinya dan terhadap orang lainpun, karena sebagian dari prasangka itu merupakan prbuatan yang membawa dosa dan janganlah kamu mengintai dan mencari-cari kesalahan orang lain. Allah memperumpakan orang yang menggunjing sesama saudadaranya yang mukmin seperti seorang yang memakan daging saudara yang telah mati. tentu tak seorangpun diantara kalian suka berbuat demikian maka bertakwalah kami kepada Allah, sesungguhnya dia Maha Penerima taubat lagi Maha Penyang.
b)      Mufradatnya :
Kata ijtanibu terambil dari kata janb yang berarti samping. Mengesampingkan sesuatu berarti menjauhkan dari jangkauan tangan. dari sini kata tersebut diartikan jauhi. penambahan huruf  ta' pada kata tersebut berfungsi penekanan yang menjadikan kata ijtanibu berarti bersungguh-sugguh. upaya sungguh-sungguh untuk menghindari prasangka buruk.
kata katsir (an) /banyak bukan berarti kebanyakan, sebagaimana dipahami atau dterjemahkan sementara penerjemah. tiga dari sepuluh adalah banyak, dan enam dari sepuluh adalah kebanyakan. Jika demikian, bisa saja banyak dari dugaan adalah dosa dan banyak pula yang bukan dosa. yang bukan dosa adalah yang indikatornya demikian jelas, sedang dosa adalah dugaan yang tidak memiliki indikator yang cukup dan yang mengantar seseorang melangkah menuju sesuatu yang haramkan yang bukan dosa adalah rincian hukum-hukum keagamaan.
Kata  tajassasu terambil dari akta  jassa. yakni upaya mencari tahu dengan cara tersembunyi. dari sini mata-mata dinamai  Jasus. Imam Ghazali memahami larangan ini dalam arti, jangan membiarkan oran berada dalam kerahasiaannya. yakni setiap orang berhak menyembunyikan apa yang eggan diketahui orang lain. jika demakian jangan berusaha menyingkap apa yang dirahasiakannya itu. Mencari mencari kesalahan orang lain biasanya lahir dugaan negatif terhadapnya, karena itu ia disebutkan setelah larangan menduga.
Kata yaghtab terambil dari kata  (غيبه)ghibah berasal dari kata ghaib yakni tidak hadir. Ghibah adalah menyebut orang lain yang tidak hadir dihadapan penyebutnya dengan sesuatu yang tidal disenangi oleh yang bersangkutan. Jika  keburukan yang disebut itu tidak disandang oleh yang bersangkutan, maka ia dinamai (بهتابbuhtan/ kebohongan besar.
Kata At-tawwab sering kali diartikan peneria taubat, tetapi makna ini belum mencerminkan secara penuh kandungan kata tawwab, walaupun kita tidak dapat menilainya keliru
C.     Pokok Kandungan Ayat
Ayat diatas masih merupakan lanjutan tuntunan ayat yang lalu. Hanya disini hal-hal buruk yang sifatnya tersembunyi, karena itu panggilan mesra kepada orang-orang yang beriman diulangi untuk kelima kalinya. Disisi lain memanggil panggilan buruk yang dilarang oleh ayat yang lalu boleh jadi panggilan / gelar dilakukan atas dasar dugaan yang tidak berdasar, karena itu ayat diatas menyatakan " Hai orang yang beriman, jahiulah " dengan upaya sungguh-sungguh memiliki indikator memadai, " sesungguhnya sebagian dugaan " yakni yang tidak memiliki indikator itu adalah " dosa'.
Selanjutnya karena tidak jarang prasangka buruk mengundang upaya mencari tahu, maka ayat diatas melanjutkan bahwa: dan jagannlah kamu mencari kesalahan orang lain yang justru ditutupi oleh pelakunya serta jangan juga melangkah lebih laus yakni sebagian kamu mengunjing yakni membicarakan aib sebagian yang lain. sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?  maka tentulah jika itu disodorkan kepada kamu, kamu telah merasa jijik kepadanya dan akan menghindari memakan daging saudara sendiri, karena itu pengunjingan karena ia sama memakan daging saudara yang telah meninggal dunia dan bertakwalah kepada Allah kepada Allah  yakni menghindari siksa-Nya serta bertaubatlah atas anekan kesalahan, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
D.    Pembahasan Ayat
Ayat diatas menegaskan bahwa sebagian dugaan adalah dosa yakni dugaan yang tidak mendasar. Biasanya dugaan yang tidak mendasar dan mengakibatkan dosa adalah dugaan buruk terhadap pihak lain. Ini bararti ayat diatas melarang melakukan dugaan buruk yang tanpa mendasar, karena ia dapat menjuruskan seseorang kedalam dosa. Dengan menghindari dugaan dan prasangka buruk, anggota masyarakat akan hidup tenang dan tentram serta produktif, karena mereka tidak akan ragu terhadap pihak lain dan tidak akan tersalurkan energinya kepada hal-hal yang sia-sia. Tuntunan ini juga membentengi setiap anggota masyarakat dari tuntunan terhadap hal-hal yang baru bersifat prasangka. Dengan demikian ayat ini mengukuhkan prinsip bahwa: tersangka belum dinyatakan bersalah sebelum terbukti kesalahannya, bahkan orang tidak dapat dituntut sebelum terbukti kebenaran dugaan yang dihadapkan kepadanya. Memang bisikan-bisikan yang terlentas didalam benak tentang sesuatu dapat ditoleransi, asal bisikan tersebut tidak akan ditingkatkan menjadi dugaan dan sangka buruk. Dalam konteks ini Rasul Saw: "Jika kamu menduga (yakni terlintas dalam benak kamu sesuatu yang buruk terhadap orang lain) maka jangan lanjutkan dugaanmu dengan melangkah lebih jauh (HR. At-tabrani).
Dalam komentarnya tentang ghibah/ mengunjing, Thabathaba'I menulis bahwa ghibah merupakan perusakan bagian dari masyarakat, satu demi satu sehingga dampak positif yang diharapkan dari wujudnya satu masyarakat menjadi gagal dan berantakan. Yang harapkan dari wujudnya masyarakat adalah hubungan harmonis antar anggota-anggotanya, dimana setiap orang dapat bergaul dengan penuh rasa aman dan damai. Masing-masing mengenal anggota masyarakat lainnya sebagai seorang manusia yang disenangi, tidak dibenci atau dihindari. Adapun bila ia dikenal dengan sifat yang mengundang kebencian atau memperkenalkan aibnya, maka akan terputus dengannya sebesar kebencian dan aib itu. dan ini pad agilirannya melemahkan hubungan kemasyarakatan sehingga gunjingan tersebut bagaikan rayap yang menggerogoti anggoota badan yang digunjinng, sedikit demi sedikit hingga berakhir dengan kematian. Lebih lanjut Thabathaba'I menulis, bahwa tujuan manusia dalam usahanya membentuk masyarakat adalah agar masing-masing dapat hidup di dalamnya dengan satu identitas yang baik, sehingga dia dapat dalam interaksi sosialnya menarik dan memberi mamfaat. Mengunjing mengantar yang bersangkutan kehilangan identitas itu bahkan merusak identitasnya serta menjadikan salah seorang dari anggota masyarakat tidak dapat berfungis sebagiamana diharapkan.

Daftar Pustaka


-   Bahreisy, Salim dan Bahreisy, Said. 1992. Terjemah Sigkat Tafsir Ibnu Katsier. Surabaya: PT. Bina Ilmu
-   Tafsir Jalalayn.
-   Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati

Bahaya Dengki

Demgki (Iri hati)

Bahaya Dengki - Janganlah kalian saling mendengki, saling menfitnah (untuk suatu persaingan yang tidak sehat), saling membenci, saling memusuhi dan jangan pula saling menelikung transaksi orang lain. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslimnya yang lain, ia tidak menzhaliminya, tidak mempermalukannya, tidak mendustakannya dan tidak pula melecehkannya. Takwa tempatnya adalah di sini -seraya Nabi SAW menunjuk ke dadanya tiga kali. Telah pantas seseorang disebut melakukan kejahatan, karena ia melecehkan saudara muslimnya. Setiap muslim atas sesama muslim yang lain adalah haram darahnya, hartanya dan kehormatannya. " (HR. Muslim dari Abu Hurairah ra)

Jika didiagnosa dengan pendekatan iman, maka sebab dan sumber segala penyakit sosial umat adalah penyakit hati. Dan salah satu penyakit hati yang sangat ganas serta berbahaya bagi kesehatan hati adalah penyakit dengki. Bahayanya lagi, penyakit dengki ini tidak bekerja sendirian, tetapi -untuk memperparah penyakit hati yang diserangnya- ia melahirkan penyakit-penyakit turunan, sebagaimana disebutkan Nabi SAW di atas, yaitu saling menfitnah, saling membenci, saling memusuhi dan seterusnya.

Secara umum dengki atau iri hati bisa diartikan kebencian terhadap orang lain yang memiliki kenikmatan atau keutamaan yang melebihi dirinya.

Dengki itu bertingkat-tingkat.

Pertama, ada pendengki yang berusaha menghilangkan nikmat yang diperoleh orang yang didengkinya, dengan ucapan seperti fitnah dan perbuatan, meskipun dia tidak mengharapkan nikmat tersebut pindah kepada dirinya.

Kedua, ada pendengki yang selain berusaha menghilangkan nikmat dari orang yang didengkinya, ia juga berusaha memindahkan nikmat tersebut kepada dirinya. Kedua macam dengki tersebut adalah dengki yang sangat tercela. Dan dosa dengki itulah yang merupakan dosa iblis. Iblis dengki kepada Adam karena Allah memberi keutamaan kepada Adam atas segenap malaikat dengan menyuruh para malaikat sujud (sebagai penghormatan) kepada Adam, mengajarkannya nama segala sesuatu dan menempatkannya di Surga. Demikianlah lalu iblis dengan kedengkiannya berusaha mengeluarkan Adam dari Surga.

Ketiga, ada orang yang bila mendengki orang lain, ia tidak melanjutkan dengki itu dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Dan demikian itulah tabiat yang sekaligus kelemahan manusia; hampir selalu menginginkan memiliki apa yang dimiliki orang lain. Menurut riwayat dari Al-Hasan, selama tidak dibuktikan dengan ucapan dan perbuatan, iri hati jenis ini tidak berdosa. Namun tentu, sebaiknya ia hilangkan perasaan dengki dan iri tersebut dari dalam hatinya, hingga tidak menjadi penyakit.

Keempat, ada lagi iri hati yang tidak menginginkan nikmat itu hilang dari kawannya, tetapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan nikmat semacam itu. Jika nikmat tersebut bersifat duniawi, maka tidak ada kebaikannya sama sekali. Iri hati seperti inilah yang juga ditunjukkan oleh orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia, seperti yang dilakukan orang-orang kepada Qarun. Allah berfirman:"(Mereka berkata), 'Duhai seandainya kami memiliki sebagaimana yang diberikan kepada Qarun." (Al-Qashash: 79).

Jika nikmat itu bersifat ukhrawi, maka ia adalah kebaikan. Sebagaimana disebutkan oleh Nabi SAW: "Tidak boleh dengki dan iri hati kecuali dalam dua hal; yaitu iri hati terhadap orang yang dikaruniai harta dan dia selalu menginfakkannya pada malam dan siang hari. (juga iri) kepada orang yang diberi kepandaian membaca Al-Qur'an, dan dia membacanya setiap malam dan siang."(HR. Bukhari dan Muslim). Dan inilah yang dinamakan ghibthah (keinginan). Disebut dengan hasad/iri (tetapi yang baik) sebagai bentuk

Sebab-sebab Dengki

Pertama, Karena kecintaan kepada dunia
Rasa dengki pada dasarnya tidak timbul kecuali karena kecintaan kepada dunia. Dan dengki biasanya banyak terjadi di antara orang-orang terdekat; antarkeluarga, antarteman sejawat, antartetangga dan orang-orang yang berdekatan lainnya. Sebab rasa dengki itu timbul karena saling berebut pada satu tujuan.

Kedua, adalah ta'azzuz (merasa paling mulia).
Ia keberatan bila ada orang lain melebihi dirinya. Ia takut bila koleganya mendapatkan kekuasaan, pengetahuan atau harta yang bisa mengungguli dirinya.

Ketiga, takabbur atau sombong.
Ia memandang remeh orang lain dan karena itu dia ingin agar dipatuhi dan diikuti perintahnya. Ia takut bila orang lain memperoleh nikmat, berbalik dan tidak mau tunduk padanya. Termasuk dalam sebab ini adalah kedengkian orang-orang kafir Quraisy kepada Nabi SAW, yang seorang anak yatim tapi kemudian dipilih Allah untuk menerima wahyuNya. Kedengkian orang-orang kafir Quraisy itu dilukiskan Allah dalam firmanNya: "Dan mereka berkata:'Mengapa Al-Qur'an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekkah dan Thaif) ini?" (Az Zukhruf: 31) Maksudnya, orang-orang kafir Quraisy itu tidak keberatan mengikuti Muhammad, andai saja beliau itu keturunan orang besar, tidak dari anak yatim atau orang biasa.

Keempat, merasa ta'ajub dan heran terhadap kehebatan dirinya.
Hal ini sebagaimana yang biasa terjadi pada umat-umat terdahulu saat menerima dakwah para rasul Allah. Mereka heran manusia yang sama dengan dirinya, bahkan yang lebih rendah kedudukan sosialnya, lalu menyandang pangkat kerasulan, karena itu mereka mendengkinya dan berusaha menghilangkan pangkat kenabian tersebut, sehingga mereka berkata: "Adakah Allah mengutus manusia untuk menjadi Rasul?" (Al Mu'minun: 34).

Allah menjawab keheranan mereka dengan firmanNya: "Dan apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepada kamu peringatan dari Tuhanmu dengan perantaraan seorang laki-laki dari golonganmu agar dia memberi peringatan kepadamu dan mudaha-mudahan kamu bertakwa dan supaya kamu mendapat rahmat?" (Al A'raaf: 63)

Kelima, takut mendapat saingan.
Bila seseorang menginginkan atau mencintai sesuatu maka ia khawatir kalau mendapat saingan dari orang lain, sehingga tidak terkabullah apa yang ia inginkan. Karena itu, setiap kelebihan yang ada pada orang lain selalu ia tutup-tutupi. Bila tidak, dan persaingan terjadi secara sportif, ia takut kalau dirinya tersaingi dan kalah.

Keenam, ambisius dalam hal kepemimpinan (hubbur riyasah).
Hubbur riyasah dengan hubbul jah (senang pangkat-kedudukan) adalah saling berkaitan. Ia tidak menoleh terhadap kelemahan dirinya, seolah-olah dirinya tak ada tolok bandingnya. Jika ada orang di pojok dunia yang ingin menandinginya, tentu itu menyakitkan hatinya, ia akan mendengkinya dan menginginkan lebih baik orang itu mati saja atau paling tidak hilang pengaruhnya.

Ketujuh, kikir dalam hal kebaikan terhadap sesama hamba Allah.
Ia gembira jika disampaikan kabar padanya bahwa si fulan tidak berhasil dalam usahanya. Sebaliknya, ia merasa sedih jika diberitakan, si fulan telah berhasil mencapai kesuksesan dan kepangkatan yang dicarinya. Orang semacam ini senang bila orang lain terbelakang dari dirinya, seakan-akan orang lain itu mengambil dari milik dan simpanannya. Ia ingin meskipun nikmat itu tidak jatuh pada dirinya sendiri, agar ia tidak jatuh pada orang lain. Ia tidak saja kikir dengan hartanya sendiri, tetapi kikir dengan harta orang lain. Ia tidak rela Allah memberi nikmat kepada orang lain. Dan inilah sebab kedengkian yang banyak terjadi. Selain hal-hal di atas, mungkin masih ada sebab-sebab kedengkian lain, tapi paling tidak, inilah sebab yang banyak terjadi.

Terapi Mengobati Dengki
Hasad atau dengki adalah penyakit hati yang paling berbahaya. Dan hati tidak bisa diobati kecuali dengan ilmu dan amal. Ilmu tentang dengki yaitu hendaknya kita ketahui tentang hakekat hasad yang sangat membahayakan kita, baik dalam hal agama maupun dunia.

Kedengkian itu setitikpun tidak membahayakan orang yang kita dengki, baik dalam hal agama maupun dunianya, bahkan ia malah memetik manfaat darinya. Dan nikmat itu tidak akan hilang dari orang yang kita dengki hanya karena kedengkian kita. Bahkan seandainya ada orang yang tidak beriman kepada hari Kebangkitan, tentu lebih baik baginya meninggalkan sifat dengki daripada harus menanggung sakit hati yang berkepanjangan dengan tiada manfaat sama sekali, apatah lagi jika kemudian siksa akhirat yang sangat pedih menanti?

Bahkan kemenangan itu ada pada orang yang didengki, baik untuk agama maupun dunia. Dalam hal agama, orang itu teraniaya oleh si pendengki, apalagi jika kedengkian itu tercermin dalam kata-kata, umpatan, penyebaran rahasia, kejelekan, fitnah dsb. Dan balasan itu akan dijumpainya di akhirat. Adapun manfaatnya di dunia, orang pendengki itu tujuannya yang terpenting ialah kesusahan orang yang didengkinya.

Bagaimana dengan orang yang didengki? Konon, bila ulama salaf mendengar ada orang yang iri pada mereka, mereka segera memberi kepada orang tersebut berbagai macam hadiah.

Akhirnya mari kita renungkan kata-kata Ibnu Sirin: 'Saya tidak pernah mendengki kepada seorangpun dalam urusan dunia, sebab jika dia penduduk Surga maka bagaimana aku menghasudnya dalam urusan dunia sedangkan dia berjalan menuju Surga. Dan jika dia penduduk Neraka, bagaimana mungkin aku menghasud dalam urusan dunianya sementara dia sedang berjalan menuju ke neraka." Rasulullah SAW bersabda:"Jauhilah dengki, karena dengki itu memakan kebaikan sebagaimana api makan kayu bakar." (HR. Abu Daud).




Waspada Terhadap Hawa Nafsu

 PENDAHULUAN


إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
“Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah, kita memujinya dan meminta pertolongan serta meminta ampun kepadanya". Kita berlindung dari keburukan jiwa-jiwa kita serta kejelekan amal perbuatan kita barang siapa yang di beri petunjuk oleh Allah maka tidak aka nada yang mampu menyesatkannya dan barang siapa yang di sesatkan maka tidak ada yang bias memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku bersaksi  bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan Rasul Allah.” Dalam hadits di atas, Rasulullah meminta perlindungan kepada Allah dari kejahatan secara umum dan dari apa yang muncul darinya yaitu berupa amal-amal serta dari akibat hal itu yang berupa perkara-perkara yang tidak disukai dan berupa siksaan-siksaan. Beliau mengumpulkan permohonan perlindungan dari kejahatan jiwa dan dari keburukan-keburukan amal.Allah berfirman mengenai bahayanya hawa nafsu


وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.” (Qs. Yusuf 53)
Oleh karenanya, sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui apa dan bagaimana keburukan yang ada pada hawa nafsu, ayat-ayat yang menjelaskan tentangnya serta cara menanggulangi hal itu.


DEFINISI HAWA DAN NAFSU
Hawa maknanya adalah condong kepada sesuatu baik itu suatu kebaikan ataupun keburukan, condongnya jiwa untuk mengikuti sebuah keinginan. Jamaknya adalah ahwa’.Hawa juga bisa dimaknai dengan hawa nafsu, yaitu kemauannya. Firman Allah

إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الأنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى
Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan Sesungguhnya Telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka. (Qs. An-Najm 23)
Ibnu Abbas mengatakan “Dinamakan dengan hawa karena menjatuhkan pelakunya kepada neraka”.
Adapun nafs maknanya adalah jiwa atau ruh. Jamak dari nafs adalah nufus atau anfus  Namun kata nafs ini telah menjadi kalimat yang berkonotasi negative, yaitu yang bermakna selalu mengajak kepada keburukan. Begitu juga dengan hawa. Hal ini juga sebagaimana telah disinyalir dalam Al Quran surat, yang mana memang pada asalnya nafsu itu selalu menyuruh kepada keburukan,
“Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.” (Qs. Yusuf 53)
Ibnu Katsir berkata: “Yaitu (nafsu itu selalu menyuruh kepada keburukan) kecuali nafsu yang Allah menjaganya (dari keburukan)”. Sesungguhnya nafsu itu selalu memerintahkan kepada sesuatu yang diinginkannya, meskipun ia menyuruh kepada sesuatu yang tidak diridhai oleh Allah ta’ala, kecuali Allah memberi rahmat kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari makhluk-Nya, maka Dia menyelamatkannya dari mengikuti hawa nafsu dan mentaatinya dari keburukan-keburukan yang diperintahkannya. Sesungguhnya Allah Maha memaafkan dari dosa-dosa bagi siapa yang bertaubat dari dosa tersebut dengan tidak menyiksanya. Adapun secara istilah yaitu yang menyelisihi petunjuk; kecondongan jiwa kepada apa yang diinginkannya, kecondongan hati kepada apa yang dicintainya meskipun hal itu keluar dari hukum-hukum syari’at. Maka setiap yang apa yang keluar dari yang diwajibkan oleh kitab dan sunnah maka berati itulah hawa. Dan ssetiap orang yang tidak mengikuti ilmu dan yang haq maka ia adalah shohibul hawa, Allah berfirman :
"Dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas". (QS. Al-An’am 119)
Manusia terbagi menjadi dua kelompok, satu kelompok dikalahkan oleh jiwanya kemudian dikuasai dan dihancurkannya, maka jadilah kelompok ini tunduk di bawah perintah-perintah jiwanya. Dan kelompok yang lain mereka bisa mengalahkan dan menguasai jiwa-jiwa mereka, maka jadilah jiwa mereka itu taat  kepada mereka dan patuh terhadap perintah-perintah mereka. Di dalam Al Qur’an Allah telah memberikan 3 sifat kepada jiwa yaitu : Al-muthmainnah (jiwa yang tenang). Qs.  Al-Fajr 27-30. Al-lawwamah (jiwa yang mencela dirinya sendiri). Qs. Al-Qiyamah 2. Ammarotum bissu’ (yang selalu menyuruh kepada keburukan). Qs. Yusuf 53

AYAT-AYAT ALQUR AN YANG MENUNJUKKAN TERCELANYA HAWA NAFSU
Surat Al-Jatsiyah : 23

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah Telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”(QS.Al-Jatsiyah : 23)
Yaitu ia diperintah oleh hawa nafsunya, ketika hawa nafsunya memandang bahwa hal itu baik maka ia mengerjakannya, dan ketika hawa nafsunya memandang bahwa hal itu buruk maka ia meninggalkannya.Diriwayatkan dari Malik dalam tafsirannya yaitu tidaklah seseorang mengikuti sesuatu kecuali orang tersebut akan menghamba kepada yang diikutinya itu. Adapun makna lafadz wa adhollahullahu bi ‘ilmihi di sini mengandung dua makna yaitu: Allah menyesatkannya karena ilmu orang tersebut dan ia berhak atas kesesatan itu, adapun makna yang kedua mengatakan bahwa Allah telah menyesatkan dia setelah sampai ilmu dan sampainya hujjah kepadanya, dan pendapat yang kedua ini telah mencakup pendapat yang pertama.Maka dengan hal itu dia tidak bisa mendengar apa yang bermanfaat baginya, tidak kuasa terhadap sesuatu yang dengannya ia bisa mengambil petunjuk dan ia tidak bisa melihat hujjah-hujjah yang mana ia bisa memperoleh cahaya darinya.Ibnu ‘Athiyah mengatakan dalam tafsirnya yaitu “(ketika Allah menyebutkan bahwa Allah telah mengunci mati hati mereka dan pendengaran mereka) tidaklah menunjukkan bahwa ayat ini menjadi hujjah  bagi orang-orang Jabariyah, karena di dalam ayat itu juga ditetapkan adanya usaha bagi manusia yaitu firmannnya ittakhodza ilaahahu hawaahu”.Surat Al-Furqon 43-44

أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلا أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلا كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلا
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?. Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (Surat Al-Furqon 43-44)
Yaitu seseorang yang menganggap baik suatu perkara menurut hawa nafsunya maka itulah yang dijadikannya sebagai pedoman dan jalan hidup.Ibnu Abbas mengatakan, “Dahulu orang-orang jahiliyah menyembah sebuah batu yang warnanya putih, kemudian ketika mereka melihat (batu) yang lebih bagus dari itu maka mereka meninggalkannya (batu yang berwarna putih)”.Keadaan mereka (yang demikian itu) adalah lebih buruk dari binatang ternak yang digembalakan, hewan-hewan itu tidak tahu untuk apa mereka diciptakan, sementara mereka (manusia) diciptakan untuk beribadah kepada Allah saja dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, (tetapi) mereka enggan untuk menyembah Allah dan mereka menyekutukanNya setelah sampainya hujjah kepada mereka dan setelah diutus Rasul kepada mereka.   Suatu saat Al-Hasan ditanya oleh seseorang. “Apakah Ahli Kiblat (ummat Islam) ada yang berbuat syirik?”. Beliau menjawab, “ya.” Orang yang munafik itu telah berbuat syirik, sesungguhnya orang-orang musyrik itu menyembah matahari, bulan dan yang selain Allah, sementara orang munafiq menyembah hawa nafsu mereka”, kemudian beliau membacakan ayat di atas.Ibnu Abbas mengatakan tentang firman Allah Qs. Al-Furqon ayat 44 yang tersebut di atas: “Permisalan orang-orang kafir adalah seperti onta, himar dan kambing. Jika engkau mengatakan  sesuatu kepada hewan-hewan tersebut maka mereka tidak akan mengerti meskipun mereka mendengar apa yang engkau ucapkan. Begitu juga orang kafir, apabila engkau memerintahkan mereka kepada kebaikan atau melarang mereka dari suatu keburukan, ataupun engkau menasehati mereka maka mereka tidak akan mengerti apa yang engkau katakan meskipun mereka mendengar suaramu”.Dari penjelasan-penjelasan ulama tentang ayat di atas, maka wajib bagi kita untuk mengamalkannya, yaitu hendaknya setiap perbuatan mukallaf mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah sebagai bentuk ibadah kepadaNya. Apabila setiap perbuatan seseorang mengikuti hawa nafsunya, maka apa yang seharusnya menjadi hak Allah dari macam ibadah maupun ketaatan akan berpindah kepada hawa nafsunya. Maka jadilah ia orang yang mengambil hawa nafsunya sebagai ilah.

AGAR SELAMAT DARI FITNAH HAWA NAFSU
Masalah-masalah ini seharusnya kita berikan perhatian khusus padanya karena pada intinya semua kesalahan dan dosa yang kita lakukan bersumber dari  buruknya hati kita. Dan nafsu yang selalu mengajak kepada keburukan ini biasanya yang diserang pertama kali adalah hati kita, dan imbasnya nanti adalah kepada seluruh amalan kita.Untuk menghindarkan diri kita dari kekuasaan hawa nafsu maka ada 2 hal yang harus kita lakukan yaitu muhasabah jiwa dan mukhalafah jiwa. Dan jika kita mengabaikan keduanya maka hal itu akan menyebabkan kebinasaan bagi kita. Hal itu disebabkan karena dua hal di atas yaitu :Menabaikan untuk bermuhasabah pada jiwanya, Menuruti keinginan jiwa dan mengikuti hawa nafsunya (selalu menyetujui apa yang diinginkan oleh nafsu kita).Begitu pentingnya muhasabah jiwa ini sehingga banyak sekali para ulama salaf yang memberikan perhatian khusus pada hal ini. Imam Ahmad t menyebutkan dari Umar bin Al-Khattob z bahwa beliau berkata, “Hitung-hitunglah diri-diri kalian sebelum kalian dihitung, dan timbang-timbanglah diri-diri kalian sebelum kalian ditimbang, karena sesungguhnya hal itu lebih ringan bagi kalian pada perhitungan (hisab) besok jika hari ini kalian menghitung diri-diri kalian. Dan berhiaslah untuk pameran yang besar (hari kiamat), pada hari itu kalian akan dihadapkan, tidak ada yang tersembunyi dari kalian sedikitpun”.Al-Hasan berkata: “Sesungguhnya seorang hamba itu akan terus di dalam kebaikan selama dia mempunyai penasehat dari jiwanya dan (selama) muhasabah di antara cita-citanya (yang dipentingkannya).”Maimun bin Mihran mengatakan. “Seorang hamba itu tidak akan menjadi orang yang bertaqwa, sampai ia menghitung-hitung jiwanya melebihi sekutu terhadap sekutunya, oleh karena itulah dikatakan: ”jiwa itu seperti sekutu yang banyak berkhianat, jika engkau tidak mengitung-hitungnya, dia pergi membawa hartamu.”Ada  dua jenis muhasabah diri yaitu muhasabah sebelum beramal dan muhasabah sesudah beramal. Jenis yang pertama yaitu hendaklah (seorang hamba yang akan beramal itu) memahami dipermulaan cita-cita dan kehendaknya dan jangan segera beramal sampai jelas baginya kuatnya (mengerjakan) dari pada meninggalkannya.Adapun jenis yang kedua ini ada 2 macam yaitu :Menghitungnya atas satu ketaatan yang (jiwa itu) kurang dalam menunaikan hak Allah; Hendaklah dia menghitung jiwanya atas setiap amalan yang meninggalkannya itu lebih baik dari pada mengerjakannya;Hendaknya dia menghitung dirinya atas suatu perkara yang mubah atau kebiasaan, kenapa ia melakukannnya.PENUTUPSepantasnya bagi kita untuk mengubah kebiasaan kita, yang semula kita selalu dikendalikan oleh nafsu kita. Karena jika kita terus mengikuti kemauan dari hawa nafsu kita berarti kita telah menghamba kepadanya. Ibnu Taimiyah mengatakan: “barangsiapa yang keluar dari yang diwajibkan oleh Al-Kitab dan As-Sunnah dan mengikuti orang alim dan para ahli ibadah maka ia disebut dengan ahlul ahwa. Maka setiap orang yang mengikuti ilmu(saja) berarti ia telah mengikuti hawa nafsu. Ilmu adalah dengan agama yang tidak mungkin hal itu kecuali dengan petunjuk Allah yang telah mengutus RasulNya.

Sumber :
Maraji’
Al-Qur anul Karim
Ighatsatul Lahfan; Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah; Dar Ibnu Jauzi; 1424 H.
Tafsir Al-Qur anil ‘Azhim; Ibnu Katsir; Maktabah Darul Faiha Damaskus, Maktabah Darus Salam Riyadh;1418
HAd-durrul Mantsur Fi Tafsiril Ma’tsur; Imam As-Suyuti; Darul Fihr;Beirut; 1414
Adhwa ul Bayan; Asy-Syinqithi;Darul Fikr; Beirut; 1415
Muharror Al-Wajiz; Ibnu ‘Athiyah;1406
Tafsir Ath-ThabariAl-Mu’jam Al-WasithRosail Wad-dirosat fil ahwa wal-firoq wal bida’; DR Nashir bin A Karim Al-’Aql; Darul Wathan, Riyadh; 1423 H

Keistimewaan Shalat Malam

Shalat malam
Bismillahirahmanirrohim…………………


KEISTIMEWAAN SHALAT MALAM.
Oleh : Abu Muhammad Jibril Abdurrahman

Shalat malam merupakan sebaik-baik shalat sesudah salat fardhu,amal yang dapat mendekatkan kepada Nya,  mendatangkan rahmat dan maghfirah-Nya serta menimbulkan kasih sayang dan ampunan-Nya. Di segi yang lain, shalat malam mempunyai pengaruh yang baik pada fisik. Bagi orang yang membiasakan shalat malam berarti ia telah membiasakan dirinya disiplin, di pagi hari badannya akan terasa ringan, segar dan cerdas,sehat wal afiat yang dapat menjadikan jiwanya tenang dan bersih. Inilah diantara keutamaan shalat malam atau shalat Tahajjud.

1. Shalat malam mengangkat derajat Mukminin ke maqam yang terpuji dan menumbuhkan kesabaran yang mendalam.
Firman Allah Subhaanahu wata’aala :
“Dan pada sebagian malam shalat tahajjudlah kamu, sebagai ibadah tambahan bagimu, semoga Rabbmu mengangkat derajatmu ke tempat yang terpuji.”
(QS al-Israa’, 17: 79)

“Maka bersabarlah kamu (untuk malaksanakan) ketetapan Rabbmu dan janganlah kamu ikuti orang-orang yang berdosa, dan orang-orang yang kafir di antara mereka. Dan sebutlah nama Rabbmu (pada waktu) pagi dan petang.” (QS al-Insan, 76: 24-26) 

2. Shalat malam menjadikan jiwa khusyuk dan tenang dan memberi kehebatan dan kefasihan dalam bicara disebabkan kebenarannya.
Allah Subhaanahu wata’aala berfirman:
Wahai orang yang berselimut. Bangunlah di malam hari (untuk shalat), kecuali sedikit (daripadanya), yaitu seperduanya atau kurangi sedikit dan seperduanya atau lebih sedikit.. atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.(QS al-Muzzammil, 73: 1-6)
 
3. Shalat malam dapat memasukkan seseorang ke dalam Jannah (Surga)
Allah Subhaanahu wata’aala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam kebun-kebun yang dikelilingi oleh mata air. Mereka menerima segala pemberian dari Rabb mereka, sebab dahulu sebelum itu mereka selalu berbuat kebaikan, bahkan dahulu mereka sedikit sekali tidur di waktu malam dan selalu memohon ampun di waktu pagi sebelum fajar.” (QS adz-Dzaariyat, 51: 15-18)


4. Sholat malam sebagai barometer keimanan.
Allah Subhaanahu wata’aala berfirman:
Sesungguhnya orang yang benar-benar beriman kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat itu, mereka segera tunduk sambil bersujud, bertasbih kepada Rabbnya, sedang mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdo‘a kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS as-Sajdah, 32: 15-16)


5. Shalat malam mengundang pujian dari Allah
Firman Allah I:
Dan hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih ialah mereka yang berjalan di bumi dengan merendah diri, dan apabila diganggu oleh pembicaraan orang yang bodoh, mereka menjawab dengan ucapan yang baik. Mereka itu semalaman beribadah kepada Rabb mereka baik dengan sujud maupun dengan berdiri.” (QS al-Furqan, 25: 63-64)


6. Shalat malam adalah kebiasaan orang shalih, jalan Muraqabah ilallah, penebus dosa dan menyembuhkan penyakit badan.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Kerjakanlah shalat malam, sebab ia adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum kamu dahulu, juga sebagai suatu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, sebagi penebus dosa serta dapat menghalau penyakit dari badan.”
(HR at-Tirmidzi – no: 3472; Fiqh Sunnah 1/169)

7. Shalat malam meningkatkan kemuliaan seorang mu’min
Diriwayatkan bahwa malaikat Jibril a.s datang kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam lalu berkata:
Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu tetapi engkau pasti mati, berbuatlah sesukamu tetapi engkau pasti dibalas menurut perbuatanmu itu, cintailah siapa saja yang engkau kehendaki, tetapi engaku pasti berpisah dengannya. Ketahuilah bahwa kemuliaan seorang mukmin itu terletak pada shalat malamnya, dan kebesarannya terletak pada ketidaktergantungannya kepada sesama manusia.”
(HR ath-Thabrani, Mu’jam al Ausath 4/306; Majma’ az Zawaa-id 10/219; at Targhiib wa at Tarhiib 1/243 & 333; Hilyat-ul-Auliyaa’ 3/253; Fiqh Sunnah 1/169)


8. Allah Subhaanahu wata’aala mengampuni dan mengabulkan do‘a orang yang melaksanakan shalat malam
Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Rabb kita, setiap malam turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir, lalu ia berfirman, “Barang siapa yang berdo’a kepada-Ku pasti Aku kabulkan, barangsiapa yang memohon kepada-Ku pasti Aku beri, dan barang siapa yang meminta ampun kepada-Ku pasti Aku ampuni.
(HR Jama’ah, Bukhari – no: 1077, 6940; Muslim – no: 1261, 1262; Ahmad – no: 7303, 9922, Tirmidzi – no: 3420; Abu Dawud – no: 1120, 4108; Ibnu Majah – no: 1356; Malik – no: 447; ad Daarimi – no: 1443; Fiqh Sunnah 1/172)

Amr bin Ash r.a berkata:
“Aku mendengar Nabi n bersabda, “Sedekat-dekat hamba dengan Allah ialah pada tengah malam yang terakhir. Maka jikalau engkau termasuk orang yang berzikir kepada Allah pada saat itu, maka kerjakanlah.”
(HR al-Hakim berkata, hadits ini atas syarat Muslim,  at-Tirmidzi mengatakan hadist ini Hasan Shahih, Fiqh Sunnah 1/172)


Abu Muslim berkata pada Abu Dzar r.a: “Pada saat manakah shalat malam itu yang lebih utama? Abu Dzar menjawab, “Aku pernah menanyakan demikian kepada Rasulullah, maka sabdanya,
“Pada tengah malam yang terakhir, tetapi sedikit sekali yang suka mengerjakannya.”
(HR Ahmad dengan sanad yang baik – no: 20575; Fiqh Sunnah 1/172)

Dari Jabir r.a berkata: ”Aku telah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Pada waktu malam ada satu saat, tiada seorang Muslim yang dapat menemukannya lalu ia meminta kepada Allah suatu kebaikan dunia maupun kebaikan akhirat. Dan saat itu pada setiap malam.”
(HR Muslim – no: 1259; Ahmad – no: 13835, 14017)

Abu Hurairah dan Abu Sa’id r.a berkata, Rasulullah shallallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Jika suami membangunkan istrinya untuk shalat malam, kemudian keduanya shalat dua rakaat, maka keduanya tercatat dalam golongan orang-orang yang selalu berzikir.
(HR Abu Dawud – no: 1114, 1325)

9. Orang yang membiasakan shalat malam, akan masuk ke dalam Jannah tanpa hisab.
Rasulullah n bersabda:
“Manusia akan dikumpulkan (di hari kiamat) pada suatu padang (Mahsyar), kemudian terdengar suatu seruan dari seorang penyeru, “Dimanakah orang-orang yang telah meninggalkan tempat tidurnya (karena ibadah di tengah malam)?” Mereka lalu tampil kehadapan dalam bilangan yang sedikit saja, maka masuklah mereka ke dalam jannah tanpa hisab.” 41 Kitab an Nashaaih ad-Diniyyah wal Washaaya al-Imaniyyah, Imam Habib Abdullah al-Haddad (Nasihat Agama dan Wasiat Iman), hal 134-137


10. Shalat malam memiliki ganjaran yang amat besar.
Diriwayatkan dari Anas r.a dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Shalat di masjidku ini sama nilainya dengan sepuluh ribu shalat, shalat di Masjidil Haram sama nilainya dengan seratus ribu shalat, shalat di medan perang sama dengan dua juta shalat. Dan yang lebih banyak dari kesemuanya itu adalah dua rakaat yang dikerjakan oleh seseorang hamba di tengah malam.” HR Abu Syaikh dan Ibnu Hibban

Semoga Allah swt menjadikan kita sebagai hamba-hamba Nya yang senantiasa berada diatas kebenatran mengikuti sunnah Nabi Nya. Amien.

********

Keistimewaan Shalat

Keistimewaan Shalat

SHALATKU IBADAHKU

MENGAPA SHALAT ITU ISTIMEWA

Shalat itu istimewa. Bahkan menurut hemat saya adalah yang paling istimewa diantara semua ibadah. Buktinya diantaranya adalah :
  • Yang pertama dihisab (dicek / diperhitungkan) pada hari kiamat adalah Shalat. Begitu menurut sebuah hadis shahih
  • Perintah Shalat diberikan langsung dari Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW, bahkan tanpa perantara malaikat Jibril. Ini terjadi saat Isra’ Mi’raj nabi Muhammad SAW.
  • Shalat tidak tergantikan. Ini perlu digaris bawahi sebagai sebuah ciri ke-khususan Shalat. Bandingkan dengan ibadah lain. Puasa bisa diganti bila berhalangan dengan alasan yang sesuai. Haji demikian juga, bahkan bisa dipindahkan ke orang lain untuk pelaksanaannya. Tapi hal ini tidak berlaku dalam Shalat. Shalat zuhur tidak dapat dikerjakan saat subuh dan juga tidak dapat ditunda hingga maghrib. Orang sakitpun wajib shalat bahkan jika hanya matanya saja yang sanggup dilakukan. Qasar dan jamak hanya berlaku dengan alasan khusus dan tidak bagi semua shalat (shalat subuh tidak memiliki jamak maupun qasar)
  • Perintah Allah adalah untuk “mendirikan” bukan “mengerjakan”.
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS.An-Nisaa’ 103)

Apa beda “mendirikan” dengan “mengerjakan” ?. Mendirikan dapat berarti merubah posisi dari semula tidak berdiri menjadi berdiri (misalnya jika anda mendirikan kursi yang rebah). Dapat juga berarti menjadikan sesuatu yang semula belum jadi (atau belum ada) menjadi berdiri tegak dan kokoh (misalnya mendirikan bangunan). Sedangkan mengerjakan artinya sama dengan melakukan sesuatu (baik tuntas maupun tidak). 
Si-A mengerjakan PR, maka ada tiga kemungkinan : 
1. ia mengerjakan tapi tidak tuntas.
2. Ia mengerjakan dan tuntas, tapi belum tentu benar semua (bisa jadi karena si-A pemalas atau bodoh tapi terpaksa mengerjakan PR).
3 Ia mengerjakan, tuntas dan benar semua (ini berarti sama dengan mendirikan PR)

Dengan demikian dalam konteks bangunan, mendirikan bangunan berarti menjamin bangunan tersebut akan berdiri dengan baik (baca : kokoh, kuat dan bagus). Mengerjakan bangunan belum tentu sampai selesai, dan juga belum tentu seluruh bangunan. Adapun mendirikan tugas (misalnya PR) adalah melakukannya dengan sepenuh hati dan secermat mungkin sehingga kecil kemungkinan terjadi kesalahan.Umumnya kalimat dirikanlah shalat dibarengi dengan tunaikanlah zakat (apa tunaikan dengan bayarkan?). mengapa justru zakat, bukan puasa, atau ibadah lainnya, rasanya perlu ditelaah namun bukan disini tempatnya.
  • Shalat adalah ibadah yang sangat dekat dengan Allah. Beberapa pakar menyatakan bahwa shalat adalah mi’rajnya orang muslim. Dan ada yang menyatakan bahwa posisi rukuk merupakan posisi terdekat
  • Perhatikan firman berikut :
    • Kecelakaan bagi orang yang shalat. Yaitu orang yang lalai dari shalatnya (QS.Al-Maa’uun : 4 & 5).
    • Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al-Baqarah : 183)
Ritual shalat begitu spesial bagi Allah sehingga ada murka-Nya disana. Orang yang shalat justru diancam (baca : celaka) jika shalat itu dilakukan tidak dengan benar adanya. Bagaimana shalat yang benar (supaya tidak celaka) ? Silahkan pelajari di banyak buku yang lebih lengkap mengenai hal ini. Namun intinya cukup satu : Jika shalat yang dilakukan itu benar adanya, maka sang pelaku shalat dan lingkungan sekitarnya akan merasakan pengaruhnya, karena shalat itu mencegah perbuatan keji (korupsi, menganiaya, merampas, jahat, kejam, dll) dan mungkar (egois, sombong, pelit, sok tahu, dll)

Mengapa Allahu akbar?

Setelah niat, maka kita takbir, “Allahu Akbar”. Ketika ruku juga “Allahu Akbar”, begitu juga sujud. Dan itu dilakukan hampir disetiap perubahan gerak (kecuali ketika dari ruku ke berdiri)Pertanyaannya, kenapa “Allahu Akbar” ? bukan “Subhanallah” atau Alhamdulillah” atau “Laa ilaaha illallaah” atau kalimat lainnya. Kenapa harus “Allahu Akbar” ?Allahu Akbar bagi saya diartikan tidak lagi sebagai Allah Maha Besar, tetapi “Allah terlalu besar”, begitu besar dalam semua hal – tanpa kecuali – sehingga hanya itu yang bisa dilakukan, yaitu mengucapkan “Allahu Akbar”. Kenapa berulangkali? Kenapa nyaris ditiap perubahan gerak ? Agar kita sadar sesadar-sadarnya bahwa Tuhan itu, Allah itu, begitu maha besar, setiap saat, setiap perubahan gerak (dalam shalat), setiap tarikan nafas (dalam hidup). Agar kita semua yakin dan makin merasa kerdil ketika mengucapkannya. Maka jadilah kita bergetar karena merasa Allah begitu terlalu hebat dan besar (Maha besar), bergetar karena mengakui begitu kerdil, kecil diri ini, bergetar karena begitu agung nama itu. “Allahu Akbar…”Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (QS.Al-Anfaal 2)(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka. (QS.Al-Hajj 35) Maka barangsiapa yang shalat-nya belum sampai merasa gemetar, maka ia belum sampai dipengertian shalat yang sesungguhnya (perhatikan, berapa kali nama ALLAH disebut dalam satu rakaat?). Jadi wajar saja jika hingga berumur renta dan terus melakukan shalat tapi tindakan, tabiat, perilaku atau hasil kerja-nya sama sekali tidak memiliki cerminan dari shalat-nya. Itulah yang disebut shalat tanpa jiwa, itulah definisi seungguhnya shalat yang celaka. Tinggal kembali pada diri dan hati sendiri, sekeras apa hati ini mau menyadari dan menerima hal itu. 

Beberapa Kalimat dalam Takbiratul Ihram

Yang pertama adalah kalimat : Inni wajjahtu wajhiya fathoros samaawati wal ardho haniifan muslimaa wamaa ana minal musyrikiin (terjemah bebas saya : Inilah wajahku menghadap kehadirat-Mu, wahai penguasa Langit dan Bumi, sepenuh hatiku sebagai muslim yang ‘hanif’ dan aku bukan dari golongan musrik).
Lalu kalimat : Inna shalaati, wanusuki, wamaa yaaya, wa mamaati, lillahi rabbil ‘aalamiin (terjemah bebas saya : Sesungguhnya shalatku, ibadah-ku, hidup dan matiku, adalah bagi Allah, Tuhan semesta alam).Betulkah itu? Betulkah kita seperti yang kita ucapkan? Atau sebenarnya kita sedang munafik kepada Tuhan? (na’udzubillahi mindzaalik). Jika hidup mati hanya untuk Allah, jika shalat dan ibadat adalah “lillaahi ta’ala” bagaimana bisa shalat itu dilakukan lewat dari waktu? Bukankah masuknya zuhur itu adalah tepat pada saat mendengar azan zuhur? Mengapa baru jam satu lewat, atau pukul setengah dua baru mengerjakan shalat? Itukah muslim yang ‘hanif’? Silahkan hati nurani menjawab sendiri.Muslim yang ‘hanif’ dengan sederhana diterjemahkan sebagai muslim yang mengabdi. Hidup mati, shalat ibadah hanya untuk Allah hanyalah perkataan lain (menurut saya) bahwa orang itu jelas-jelas menyatakan pengabdian total-nya. Orang yang mengabdi secara total tentulah langsung mengerjakan apa yang diperintahkan. Ambil contoh sederhana. Saya sebagai majikan punya seorang pembantu. Lalu saya berkata, “Mbok, tolong ambilkan sandal saya”. Tentulah yang diharapkan adalah bahwa si pembantu (yang mengabdi “secara total” tadi) segera mengambilkan sandal saya. Bagaimana perasaan sang Majikan jika sandal-nya diambilkan 2 jam kemudian atau bahkan tidak pernah diambilkan?Lagi-lagi, maka seyogyanya menjadi amat wajarlah ketika mengucap kalimat tersebut hati menjadi bergetar. Ketika dengan berani kita menyatakan langsung kepada Tuhan pemilik alam, mengatakan langsung secara berhadapan kepada yang menciptakan kita bahwa kita muslim yang ‘hanif’, bahwa kita ‘pengabdi total’ yang tulus. Bahwa kita tidak sedang terang-terangan berbohong kepada Tuhan Yang Maha Tahu dan berbohong kepada diri sendiri sekaligus ketika mengucapkan itu.Maka bagaimana mungkin kita mengucapkan kalimat itu dengan begitu serentak, begitu cepat. Itu yang disebut (menurut istilah saya) shalat tanpa jiwa.Hingga sejauh ini pembahasan kita, maka sampailah saya pada kesimpulan sementara : Seyogyanya kita melakukan shalat dengan tuma’ninah dan khusyu’. Semestinya tidak pantas kita mengucap kalimat-kalimat seperti tadi tanpa menghadirkan hati. Bagaimana bisa seorang mengharap menjadi kesayangan Allah, atau sekedar diterima shalat-nya jika ia mengucapkan “inni wajjahtu…dst” tapi fikiran dan hatinya sibuk di tempat lain. Ini wajahku wahai Tuhan yang welas asih, kutundukkan dihadapan-Mu dengan hati yang berdebar, adakah Dikau berkenan atas diri kecil, atas diri kerdil ini.
Beranikah kau (saya dan anda) berhadapan langsung dengan sang pemimpin Kiamat, sang empunya siksa, sang Maha welas asih, sang “Allahu Akbar” dengan sesuka hati. Ngupil ketika shalat, garuk-garuk pantat, mengantuk, batuk-batuk atau apapun hal remeh-temeh lain Beranikah? Tidak takutkah dengan-Nya? Belum cukup-kah firman yang berkata,4.Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, 5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6. orang-orang yang berbuat riya (QS.Al-Maa’uun 4-6)
Fakta membuktikan betapa mereka shalat dengan rajin, hingga masa renta namun tidak beroleh apa-apa (atau mungkin bahkan celaka). Maka seyogyanya berhati-hatilah semua yang mengaku muslim ketika shalat, adakah shalat-nya hanya mendatangkan ‘celaka’ ataukah ‘maghfirah’ dan kecintaan dari-Nya. Wallahu ‘alam. 

Ayat ke-1 dan ke-3 Surah Al-Fatihah

Setelah takbiratul ihram, maka membaca surah Al-Fatihah. Apa yang menarik?Pertama bahwa kalimat basmallah yaitu “Bismillaahi rrahmaani rrahiim” itu adalah termasuk ayat ke-1 dalam surah Al-Fatihah. Sementara ayat keduanya adalah “Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin”. Baru dilanjutkan ayat ke-3 : “Arrahmaani rrahiim”.Pada surah-surah yang lain, kalimat “bismillahirrahmaani rrahiim” adalah merupakan kalimat pembuka (bukan bagian dari surah).Sekarang perhatikan artinya. “Bismillaahi rrahmaani rrahiim”. Arti sederhana-nya “Dengan menyebut Nama Allah yang Maha pengasih dan Maha Penyayang. Atau saya kadang memberi terjemahan bebas : Dengan menyebut Nama Allah yang begitu welas asih.
Intinya adalah bahwa Allah itu pemurah. Berbelas kasih, begitu baik, penyayang, welas asih.Sekarang perhatikan ayat ke-3 (ayat kedua tidak dibahas disini) : Arrahmaani rrahiim. Artinya sama persis : Maha Pengasih dan Maha penyayang. Welas asih.Kenapa diulang? Pasti bukan untuk memperbanyak jumlah ayat. Pasti bukan karena tidak ada bahasan lain. Pasti ada sesuatu (yang menarik).Mari kita berpaling sejenak ke cerita penciptaan manusia. Ketika itu Allah berfirman pada malaikat bahwa akan diciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Dan kemudian, ketika tercipta Adam AS, Allah berfirman agar semua bersujud (bukan dalam konteks menyembah) kepada Adam. Kecuali Iblis. Kenapa ? Karena ia merasa lebih baik dari adam (iblis dari api, adam dari tanah). Merasa lebih dari yang lain disebut sombong atau angkuh. Itulah dosa pertama di jagad raya dan murka Allah yang pertama diketahui. Perhatikan bahwa dosa terbesar adalah menyekutukan Allah. Iblis tidak menyekutukan Allah. Iblis “sekedar” sombong. Ia hanya merasa lebih baik karena diciptakan dari api dibandingkan Adam AS yang diciptakan dari tanah. Sama halnya kita merasa lebih baik karena memiliki jabatan daripada yang jabatannya dibawah kita. Sombong yang sama ketika kita merasa lebih baik karena lebih pintar, lebih cantik, lebih ganteng, lebih kaya, dll sementara yang lain kurang pintar, kurang ganteng, dll.Saat Iblis menolak perintah Allah, maka Allah langsung mengharamkan surga baginya dan melaknat masuk ke neraka. Itulah murka Allah.Tidak berpuasa tanpa alasan padahal sudah jelas diperintah, maka secara logika sederhana itu sudah cukup bagi Allah untuk mengharamkan surga dan melaknat dengan neraka. Sedekah, shalat dan semua perintah lain akan seperti itu juga konsekuensinya. Tapi satu hal harus digaris bawahi, bahwa kasih sayang Allah melampaui murka-Nya. Itulah maka perlu diyakini bahwa Allah itu Ar Rahmaan Ar Rahiim.Allah begitu Maha kasih, sehingga boleh kita berharap kasih dan mesranya. Begitu Maha Penyayang sehingga boleh kita berharap disayang oleh-Nya.Maka hemat saya, perhatikan betul ketika kita membaca ayat ke-1 dan ke-3 surah Al-Fatihah. Pemahaman dihati saat membaca ayat ke-1 akan dimantapkan oleh pemahaman atas ayat ke-3. 

Maaliki yaumiddiin

Ayat ke-4 adalah : Maaliki yaumid diin yang berarti Penguasa hari pembalasan.Sekarang perhatikan kata yaum ad-diin (hari agama). Mengapa harus memakai ad-diin (agama)? Mengapa bukan yaumul hisab, atau yaumul qiyamah ? Ini yang jelas telah disesuaikan dengan konteks kalimatnya. Yang menjadi inti adalah bahwa yaum ad-diin lebih menegaskan bahwa hari kiamat merupakan hari dimana esensi agama menjadi begitu jelas sehingga tidak ada pertanyaan dan keraguan atas agama. 

Tentang Shirath Al-Mustaqiim

Shirath Al-Mustaqim senantiasa diartikan sebagai : Jalan yang lurus. Tafsir Al-Misbah menyatakan bahwa jalan yang dimaksud adalah bagaikan jalan tol.
Perlu diperhatikan bahwa Al-Fatihah adalah ummul kitab atau induk kitab atau ummul quran. Artinya adalah semua ayat Al-Fatihah merupakan intisari / ringkasan / resume Al-Quran secara keseluruhan. Maka, dalam kaitan dengan ini, Sirath Al-Mustaqim tidak lain dan tidak bukan ternyata adalah merupakan target point. Bila hidup, bayi, remaja, tua, mati kesemuanya merupakan checkpoint, maka shirath al-Mustaqim itulah target point. Destination (final point) adalah Surga dan keridhaan Allah.Sebagai target utama kehidupan, shirath mustaqim (jalan lurus) ini layak diperjuangkan. Apapun cara untuk bisa melewatinya dengan sempurna. Tapi seperti apa ciri dan kriteria shirath al-mustaqim ini ? Dijawab oleh ayat-ayat terakhir dengan sempurna yaitu :
  1. Jalan yang penuh nikmat didalamnya
  2. Jalan yang tidak dimurkai Allah SWT
  3. Jalan yang tidak sesat

Seluruh kriteria terpenuhi, maka itulah sirath al-mustaqim.Kata “Jalan” disini menurut hemat saya dapat berarti cara  Dalam bahasa inggris disebut “way” (bukan “road”). “The way of life” atau “where’s the will there’s the way” (dimana ada kemauan, disitu ada jalan) dalah pendekatan atas kata “jalan” yang bisa difahami sebagai cara. Maka ini maksudnya dengan cara apa kita menempuh kehidupan ini, jalan mana yang kita gunakan dalam mengarungi hidup ini. It’s all about the way, it’s all about the heart.Apa tujuan manusia hidup di dunia? Menjadi kaya? Menjadi sukses? Menjadi bahagia? Semua jawaban berujung di satu pintu yang bernama sirath al-mustaqim. Semua manusia menginginkan hidup yang penuh kenikmatan. Semua manusia tidak mau dimurkai Allah dan tentu tidak ingin tersesat. Maka bagi mereka yang sudah menikmati hidup (karena kaya, berpangkat, dll) perlu sadar bahwa 2 kriteria belum tercapai. Dan itu berbahaya.Bila jalan itu nikmat, maka itulah shirat al-mustaqim. Minuman keras juga nikmat, tapi itu dimurkai Allah, maka bukan shirath al-mustaqim. Bisa juga sudah nikmat dan juga sudah tidak dimurkai Allah, tapi ternyata sesat. Maka itu jelas juga bukan sirath al-mustaqim.

Tentang Surah Al-Ikhlas

Judul surah ini adalah Al-Ikhlas. Ikhlas berarti rela, ridho. Namun isi surah lebih merupakan penekanan atas ketauhidan Allah SWT.
Ada yang menyatakan bahwa membaca surah ini sebanyak 3 kali dengan tartil, maka ia sama dengan membaca seluruh Al-Quran. 

Adziim dan ‘A’laa

Ketika rukuk bacaannya adalah : “Subhaana Rabbiyal adziimi wa bihamdih”. Ketika sujud membaca : “Subhaana Rabbiyal a’laa wa bihamdih”. Beda tipis saja, tapi mengapa mesti diributkan?
Justru karena ini sangat esensial (paling tidak bagi saya sendiri).Mari kita lihat. Adziim berarti besar, sangat besar, super besar atau bisa juga dikatakan begitu hebat. Contoh kalimat adalah : Wallaahu dzuu fadhlin ‘adziim (QS.Al-Imran 174) artinya : Dan Allah mempunyai karunia yang begitu besar  

 Salam,
Penulis

Kelebihan Surat Yasin

Kelebihan Surat Yasin
Rasulullah Saw telah bersabda, “Bacalah Surat Yassin karena ia mengandungi keberkatan”, yaitu:
  1. Apabila orang lapar membaca Surat Yassin, ia menjadi kenyang.
  2. Jika orang tidak mempunyai pakaian akan mendapat pakaian.
  3. Jika orang belum menikah, segera mendapat jodoh.
  4. Jika dalam ketakutan akan hilang perasaan takut.
  5. Jika terpenjara akan dibebaskan.
  6. Jika musafir membacanya, akan mendapat kesenangan apa yang dilihatnya.
  7. Jika tersesat, sampai ke tempat yang ditujuinya.
  8. Jika dibacakan kepada orang yang telah meninggal dunia, Allah meringankan siksanya.
  9. Jika orang yang dahaga membacanya, hilang rasa hausnya.
  10. Jika dibacakan kepada orang yang sakit, terhindar daripada penyakitnya.
  11. Rasulullah s.a.w bersabda, “Sesungguhnya setiap sesuatu mempunyai hati dan hati al- Quran itu ialah Yassin. Sesiapa membaca surat Yassin, niscaya Allah menuliskan pahalanya seperti pahala membaca al-Quran sebanyak 10 kali.
  12. Sabda Rasulullah s.a.w, “Apabila datang ajal orang yang suka membaca surat Yassin pada setiap hari, turunlah beberapa malaikat berbaris bersama Malaikat maut. Mereka berdoa dan meminta dosanya diampunkan Allah, menyaksikan ketika mayatnya dimandikan dan turut menyembahyangkan jenazahnya”.
  13. Malaikat Maut tidak mau memaksa mencabut nyawa orang yang suka membaca Yassin sehingga datang Malaikat Ridwan dari syurga membawa minuman untuknya. Ketika dia meminumnya alangkah nikmat perasaannya dan dimasukkan ke dalam kubur dengan rasa bahagia dan tidak merasa sakit ketika nyawanya diambil.
  14. Rasulullah s.a.w bersabda selanjutnya: “Barang siapa sembahyang sunat dua rakaat pada malam Jumaat, dibaca pada rakaat pertama surat Yassin dan rakaat kedua Tabaroka, Allah jadikan setiap huruf cahaya dihadapannya pada hari kemudian dan dia akan menerima suratan amalannya ditangan kanan dan diberi kesempatan membela 70 orang daripada ahli rumahnya tetapi sesiapa yang meragui keterangan ini, dia adalah orang-orang yang munafik.
loading...
Back To Top